Manado, KabarKawanua – Lempar batu sembunyi tangan, mungkin perumpamaan yang pantas ditunjukan bagi Pemkot Manado. Bagaimana tidak, berbagai persoalan yang terjadi di lingkup Pemerintah Kota, yang diduga dilakukan dengan “sengaja”, ditumpahkan ke DPRD dengan dalih anggaran telah habis tetapi APBDP tidak dibahas.
Seperti diketahui, berbagai persoalan sosial
seperti Tenaga Harian Lepas (THL) dan Kepala Lingkungan yang sampai saat ini masih belum menerima gaji, juga bantuan sosial tunjangan kesejahteraan para pemuka agama dan Lansia belum dicairkan, tetapi Pemkot beralasan bahwa anggaran telah digeser ke penanganan Covid 19.
Terkait hal ini, anggota Komisi III, DPRD Kota Manado Jean Sumilat, angkat suara. Menurutnya, Pemkot seharusnya tidak menumpahkan semua kesalahan yang terjadi ke lembaga legislatif, karena bagaimanapun juga DPRD tahu bahwa Pemerintah Kota, masih memiliki anggaran yang harusnya bisa disalurkan.
“Masalahnya Pemkot lebih memilih mengorbankan nasib THL, Pala, Lansia serta para pemuka agama, daripada “kehilangan” proyek dengan bandrol miliaran rupiah, yang mana kami menduga bahwa hal tersebut lebih memberi mereka keuntungan,” ujarnya
Dirinya juga memberikan bukti bahwa Pemkot lebih mengutamakan untuk merealisasikan Proyek, yang asas peruntukannya belum urgent, daripada memberikan hak THL, Pala, Lansia serta Pemuka agama.
“Contohnya, proyek senilai 3 miliar lebih, untuk penataan Taman Godbless Park yang tanggal kontraknya 15 Oktober 2020. Padahal proyek itu tidak terlalu urgen untuk dilaksanakan. Seandainya pemerintah pro THL, kenapa bukan anggaran proyek itu saja yang digeser untuk dana Covid atau pembayaran honor THL,” kata Sumilat.
Sumilat menambahkan, adanya pelaksanaan proyek besar di Kota Manado, Pemkot mengabaikan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan nomor 119/2813/SJ dan nomor 177/KMK.07/2020 tentang percepatan penyesuaian APBD 2020 dalam rangka Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian daerah.
“Pada diktum 2, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan meminta Kepala Daerah untuk melakukan penyesuaian belanja daerah melalui: Pada huruf C dijelaskan, rasionalisasi belanja modal sekurang-kurangnya sebesar 50% dengan mengurangi anggaran belanja, terutama untuk pembangunan infrastuktur lainnya yang masih memungkinkan untuk ditunda tahun berikutnya (poin 6),” jelas Sumilat mengutip keputusan dua menteri.
Ia menegaskan, pengerjaan proyek fisik yang tidak bersifat mendesak dilaksanakan pemerintah kota, menjadi bukti bahwa eksekutif lebih memihak kepada proyek.
“Anggaran proyek besar tidak digeser. Anggaran honor yang sudah jelas menyangkut kesejahteraan digeser. Silahkan masyarakat Manado, khususnya THL, Pala dan Lansia menilai sendiri apakah pemerintah kota pro rakyat atau pro proyek,” sindir Sumilat. (anQ)