Berita Utama Manado

Sidang Praperadilan 19 Batang Emas, Pandangan Ahli Pidana Pasal 161 Tidak Bisa Diterapkan Pada Pembeli

Kabarkawanua, Manado– Sidang lanjutan Praperadilan 19 batangan emas, dengan perkara nomor 12/Pid.Pra/2024/PN Mnd, di Pengadilan Negeri (PN) Manado, dengan agenda Kuasa Hukum Hj Lilis Suryani Damis Cs, Paparang-Hanafi and Partners hadirkan saksi fakta dan ahli, Kamis (12/9/2024).

Pada persidangan Ahli hukum pidana DR Michael Barama, SH, MH menjelaskan Pasal 161 mengatur tentang pidana bagi orang yang menampung, memanfaatkan, mengolah, memurnikan, mengembangkan, dan/atau memanfaatkan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang izin. Izin yang dimaksud adalah IUP, IUPK, IPR, atau SIPB.

“Pasal 161 ini diterapkan kepada orang yang menjual dan melakukan itu yang tidak memiliki ijin. Oleh karena itu berdasarkan pandangan saya mineral dan batubara berbeda dengan emas dan jika emas itu dijual kepada orang lain maka pembeli tidak bisa dijadikan tersangka yang harus dijadikan tersangka adalah penjual,” ujarnya.

“Dan untuk pembeli dia masuk kedalam kategori tindak pidana yang lain. Jadi, pembeli tidak bisa diterapkan dengan pasal ini sedangkan pembeli berada misalnya dalam pasal pengadaan karena ada asas pidananya,” tambahnya.

Disisi lain ahli menjelaskan terkait amar putusan Praperadilan nomor 7/Pid.Pra/2024/PN Mnd dimana ketika ditanyakan oleh Kuasa Hukum pemohon apakah amar putusan dari Hakim Praperadilan bisa digabungkan satu dengan yang lain atau amar putusan berdiri sendiri.

“Suatu amar putusan sudah secara tegas disebutkan pada prinsipnya semua itu berdiri sendiri pada pelaksanaannya karena itu apa yang ada dalam amar putusan harus secara keseluruhan dilaksanakan oleh pihak yang menjalankan putusan itu,” imbuhnya.

Sebelumnya saksi fakta Krisdianto Pranoto, SH dan Samuel Tatawi, SH menjelaskan bahwa dalam dilakukannya penyitaan kembali 19 batang emas kedua saksi yang merupakan penerima kuasa dari Haji Lilis Suryani Damis, Cs ketika ditanyakan oleh Kuasa Pemohon apakah barang bukti yang disita apakah sama dengan barang bukti pada perkara nomor 7/Pid.Pra/2024/PN Mnd kedua saksi menjawab sama.

“Barang bukti yang disita sama dengan pada perkara yang sudah putus pada 15 Juli 2024 lalu. Karena pada tanggal 7 Agustus 2024 kami ikut pada saat akan dikembalikan baik dari melakukan penimbangan di Pengadaian pusat hingga ke kantor Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulut di Pakowa. Dikantor itu memang barang bukti dikembalikan lengkap dengan berita acara akan tetapi tak sampai lima menit barang ditangan kami sudah di sita kembali dengan adanya laporan polisi tanggal 6 Agustus 2024 dan Sprindik tanggal 6 Agustus 2024 disini kami jadi bingung dan bertanya-tanya ada apa ini,” ungkap kedua saksi.

Menyikapi persidangan tersebut, Kuasa Hukum Haji Lilis Suryani Damis, Cs DR Santrawan Paparang, SH, MH, MKn mengatakan dari keterangan saksi baik fakta maupun ahli telah menjelaskan mekanisme baik dari telah diajukannya surat permintaan pengembalian barang bukti. Menurutnya, keterangan dari ahli pidana tadi sudah sangat jelas bahwasanya penyitaan dapat dilakukan setelah ada penetapan.

“Klien kami Haji Lilis saat itu kapasitas belum sebagai saksi, belum sebagai tersangka dan sebagai terdakwa. Dalam kaitan pasal 39 yang diangkat dalam putusan penjelasan dari ahli pidana jelas mengatakan bahwa penyitaan harus ada tersangka dulu,” ujarnya menjelaskan.

Ia berharap adanya peran media dalam mengontrol proses persidangan. Menurutnya Praperadilan adalah hak hukum yang diberikan kepada seseorang yang dilakukan secara menyimpang dari ketentuan.

“Putusan adalah kewenangan hakim, kami hanya mampu membuktikan. Bahwasanya apa yang menjadi praperadilan kami, seluruhnya mampu kami buktikan,” ungkapnya.

Ditambahkan Hanafi Saleh SH, pada persidangan tadi ahli pidana telah menjelaskan terkait dengan penyitaan. Dikatakannya, ahli berpendapat penyitaan sejatinya harus memenuhi ketentuan yang diatur oleh undang-undang itu sendiri.

“Kita mengacu pada pasal 38 ayat 2, pada intinya dalam keadaan sangat mendesak itu wajib hukum nya tanpa harus ada izin ketua pengadilan terlebih dahulu. Sedangkan keadaan yang normal-normal itu wajib hukumnya memenuhi pasal 38 ayat 1,” jelasnya.

Lanjutnya, jika dikaitkan dengan fakta yang ada, termohon itu sejak awal telah melakukan penyitaan tanggal 7 tanpa izin pengadilan pada tanggal 7 itu sudah dilakukan penyelidikan. Menurutnya, jika ditarik dan dihubungkan dengan kondisi itu berarti ada fakta keadaan itu tidak mendesak.

“Wajib hukumnya jika waktu masih ada atas izin ketua pengadilan dilakukan penyitaan, itu semestinya. Apa yang disampaikan oleh Hakim itu adalah tepat. Bahwa keadaan dalam praperadilan hanya diperiksa dalam formil. Sekarang yang disangkakan oleh termohon kepada pemohon,” pungkasnya.(FN)

Advertisement